Saturday, March 9, 2013

Membunuh Cinta

Perempuan itu menatap kosong ke depan.
Jam 1 pagi. Dia kedinginan. 
Di stasiun Gambir dia duduk sendirian. 
Baju kausnya lusuh, celana jeansnya masih lembab habis kehujanan tadi.

Samar-samar dia dengar beberapa pria & wanita berbicara di belakangnya, "Mungkin pelacur kali,".
Ia tersenyum pahit.
Ia memegang perutnya perlahan.
Ada janin 3 bulan di sana.
Dia sungguh berharap janinnya tidak bisa merasakan isi hatinya.

5 jam yang lalu dia di rumah.
Mencium kening anak-anaknya, lalu tak henti merasa bersyukur atas hidup yang sempurna.
Lalu dia duduk di meja makan. 
Melihat laptop suaminya terbuka dan YM menyala.
Pembicaraan dengan seorang wanita.
Insting menggerakkannya untuk meraih mouse.
Conversation history.

Lalu dunianya runtuh.
Dia mengganti baju tidurnya, lalu mengambil dompet dan Blackberry-nya.
Lalu dia pergi.
Hujan turun gerimis, malam itu.
Tapi dia tetap berjalan.
Dalam tiap napas yang ia tarik, serasa ada goresan pisau yang tajam ikut masuk.

Jauh dia berjalan, sampai akhirnya ada taksi menepi.
Lalu dia naik.
Ke Sarinah. Sarinah banyak tempat 24 jam, pikirnya.
Ke bioskop. Pindah ke cafe. Lalu memutuskan ke Bandung naik kereta api jam 5 subuh.

Telpon berdering, sang suami menelpon.
"Kamu lagi ketemu sama siapa? Cowok mana?".
Dia tersenyum.
Beberapa kali lelakinya menanyakan hal yang sama. 
Dia tersenyum dan diam.
Akhirnya dia menjawab,
"Pergi ke meja makan, dan lihat isi laptopmu".

Ketika itu, di dalam bayangannya, dia mengambil cinta yang ada di dadanya.
Yang kerap membuatnya memandang suaminya yang tertidur, lalu berdoa bahwa ia tak ingin hidup tanpa lelaki ini.
Yang berharap dia tak sedetik pun harus hidup tanpanya.
Yang ia pikirkan begitu ia bangun dan ia pikirkan begitu ia hendak tidur.
Lelaki yang mengisi jiwa & raganya. Seperti darah yang mengalir, lelaki itu adalah ritme detak jantungnya.

Ia ambil cinta itu.
Ia pergi ke sungai yang biru tua.
Lalu ia lempar cinta itu ke sana.
Hari itu, cinta sudah mati.
Dan tak perlu hidup kembali.
Karena dia tidak memerlukannya lagi.

Di kehidupan yang ini, cinta sudah mati.

No comments:

Post a Comment